ISLAMIDAR SANG MAESTRO MUSIK TRADISIONAL MINANGKABAU DARI TALANGMAUR MUNGKA


Selasa, 28 Juli 2020 M - 07 Dzulhijjah 1441 H

HawaaliyNews, Mungka - Pencanangan bulan bhakti DasaWalaupun sudah Sepuh namun Islamidar (79 th.) seorang maestro (guru) seni tradisi Sampelong asal Payakumbuh masih terlihat bersemangat menyanyikan lagu-lagu ciptaannya yang terdiri dari materi pelajaran agama saat dikunjungi awak media pada Senin (22/06/2020) yang lalu di kediamannya di nagari Talang Maur, Kec. Mungka, Kab. Lima Puluh Kota Sumatera Barat.

Penerima penghargaan sebagai salah seorang seniman senior indonesia (Maestro) atas prestasi dan pengabdiannya yang luar biasa dalam melestarikan dan mengembangkan seni Tradisi Sampelong dari menteri Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia Ir. Jero Wacik, SE di Jakarta pada 28 Desember 2007 ini dipapah putrinya berjalan dari kamar ke ruang tamu menemui Pimpinan Ponpes Ma'arif Assa'adiyah Batu Nan Limo H. Sudirman Syair Dt. Nan Balopiah saat mengunjunginya. Ia nampak menggunakan kacamata berlensa tebal dan memegang tongkat kayu di tangan kanannya. Bahkan ia berkeinginan akan ikut berpartisipasi melantuntan beberapa syair lagunya di hadapan peserta acara ulang tahun ke-25 Pondok Pesantren Ma'arif Assa'adiyah yang jatuh pada hari Rabu, 15 Juli 2020 mendatang.

Tidak disangka pelantun merdu rintihan lirih syair lagu dendang Sampelong yang lebih akrab dipanggil Tuen ini nampak sehat ketika mencoba menyanyikan lagu-lagu ciptaannya yang lain yang mengandung materi-materi pelajaran agama semisal rukun Islam, rukun Iman, Nabi dan Rasul yang 25, nama-nama Malaikat, Israk Mi'raj, Maulid Nabi, rukun shalat dan lain sebagainya.

"Allah Tuhanku, Islam agamaku, Alquran kitabku, Muhammad Nabiku, Ka'bah Kiblatku, Sunnah peganganku, nabi Adam kakekku, Siti Hawa nenekku, Muslimin Saudaraku, Malaikat penjagaku, Iblis Setan Hantu adalah musuhku, dunia jembatanku, akhirat tempat pulangku, neraka hindaranku, sorga idamanku" kata Tuen menyanyikan salah satu lagu ciptaannya yang pernah direkam dengan kaset pita beberapa tahun lalu.

"Bersama dinas pariwisata dan lain-lain saya sudah mengunjungi banyak negara, diantaranya yaitu Yordania, Spanyol, Perancis, Belanda, Jerman Swis, Itali, Yunani, Malaysia, Singapura, Brunai, Jepang dan lainya" kata Tuen mengenang-ngenang kembali perjuangannya memperkenalkan seni tradisi Minangkabau ke luar negeri.

Dikutip dari Skripsi ANISA, PUTRI (2011) ISLAMIDAR SEORANG SENIMAN MUSIK TRADISIONAL MINANGKABAU 1965-2006. Diploma thesis, Universitas Andalas menyebutkan "Sebagai seorang seniman musik tradisional Islamidar tidak mengharapkan materi dari karya-karyanya, ia hanya menginginkan kebudayaan tradisional tetap berkembang dan eksistensi kebudayaan tersebut tetap terjaga. Islamidar adalah seorang seniman musik tradisinal yang telah memberikan kontribusi kreatif terhadap perkembangan kesenian, terutama seni musik tradisional. Melalui sanggar Sofyani ia telah mengukir prestasi melalui karya-karya pertunjukkan musiknya. Dengan semangat dan kreatifitas yang tinggimembuat dirinya diakui sebagai seorang maestro yang mendapat penghargaan di dalam maupun di luar negeri. Dengan penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan pandangan dari sisi lain tentang obsesi seorang yang memeiliki keunikan dalam menentukan pilihan sebagai seniman musik tradisional."

Dikutip dari abelonline dikatakan "Tuen lahir pada 16 Juli 1941 di Nagari Talang Maua, Kecamatan Mungka, Kabupaten Lima Puluh Kota. Di nagari itu pula ia tinggal hingga hari ini. Tuen adalah pewaris dan penjaga seni Sampelong, salah satu seni tradisi Minang yang masih eksis sampai saat ini. Sejarah hidup Tuen identik dengan perkembangan Sampelong itu sendiri."

"Tuen memang berasal dari keluarga yang berdarah seni. Ibunya adalah pelantun dendang sampelong yang juga pandai memainkan gendang. Sedang sang ayah adalah seorang qari yang mahir membaca ayat-ayat suci Al-Quran dengan irama yang enak di telinga. Kakeknya adalah seorang pemain gambus. Begitu pula etek dan mamaknya."

"Irama sampelong adalah irama yang dimainkan dengan saluang sejenis bansi. Dulunya, sampelong adalah sejenis irama musik yang dinyanyikan pada saat menggampo gambir. Saat itu sampelong tak pakai dendang. Kalaupun ada dendang berirama sampelong, tapi musik pengiringnya adalah talempong. Baru sejak tahun 1965, Sampelong pakai dendang. Syair/ lagu dendang sampelong lebih banyak berkisah tentang kepahitan hidup, keperihan nasib, kegagalan cinta, kemiskinan dan segala kenestapaan lainnya. Lirik-lirik sampelong adalah elegi: nasi dimakan serasa sekam, air diminum serasa duri."

"Sampelong, sebagaimana dituturkan Tuen sudah ada di Minangkabau sebelum kedatangan Islam ke ranah ini. Nada sampelong adalah nada-nada lagu Budha. Ini dibuktikan dengan kesamaannya dengan nada yang ada di Thailand—sebuah bangsa yang kebudayaan dan seninya berakar pada agama Budha dan juga di Palembang—daerah yang pernah menjadi tempat berkembangnya agama Budha.*Fitra Yadi - HN
Lebih baru Lebih lama