MENGENAL SYEKH MUHAMMAD SA’AD AL-KHALIDI MUNGKA GURU PARA ULAMA MINANGKABAU

Rabu, 07 Agustus 2019 M - 7 Dzulhijjah 1440 H

Limapuluh Kota - HN, Syekh Muhammad Sa’ad atau yang dikenal dengan Syekh Sa’ad Mungka adalah salah seorang ulama besar terkemuka Minangkabau di masanya dan menjadi salah seorang guru dari ulama-ulama besar Minangkabau di masanya. Diantara murid-murid beliau adalah KH. Sirajuddin Abbas, Syekh Sulaiman al-Rasuli, Syekh Abbas Ladang Lawas Bukittinggi, Syekh Abdul Wahid Tabek Gadang, Syekh Abdurrasyid Parambahan Payakumbuh, Syekh Abdul Majid Koto Nan Gadang Payakumbuh, Syekh Ahmad Baruah Gunung Suliki, Syekh Arifin Batu Hampar Payakumbuh dan Syekh Yahya al-Khalidi Magek Bukittinggi.

BIO GRAFI
Nama: Syaikh Muhammad Sa’ad al-Khalidi Mungka (1857-1923). Ulama Minangkabau yang menjadi Tokoh Tarekat Naqsabandiyah al-Khalidiyah
Tempat Lahir: Jorong Koto Tuo, Mungka, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat
Tahun Lahir: 1857 M / 1277 H
Ayah: Ulama: Muhammad Tanta
Ibu: Suku Kutianyia (Pitopang) Payakumbuh
Anak: Husin, Sulaiman, Simba
Guru:
. Syekh Abubakar Tabing Pulai Payakumbuh (w.1889)
· Syekh Muhammad Jamil Tungkar (w.1890)
· Syekh Muhammad Shaleh Padang Kandih (w.1912)
· Haji: 1894-1900 dan 1912-1915
Guru :
· Sayyid Zaini Dahlan
· Sayyid Muhammad bin Sulaiman Hasbullah al-Makki
· Syekh Ahmad bin Muhammad Zain bin Musthafa al-Fathani (Ulama Nusantara di Mekkah)
· Syekh Abdul Karim al-Bantani
· Syekh Ahmad Khatib bin Abdul Ghafur as-Sambasi (Qadiriyahdan Naqsyabandiyah)
· Syekh Abdul ‘Azhim al-Manduri
· Syekh Muhammad Shaleh bin Abdurrahman al-Zawawi (Naqsyabandiyah Muzhahiriyah)
· Syekh Abdul Qadir bin Abdurrahman al-Fathani (Syattariyah)
Halaqahnya: Surau Baru, Koto Tuo Mungka
Murid:
· H. Sirajuddin Abbas
· Syekh Sulaiman al-Rasuli
· Syekh Abbas Ladang Lawas Bukittinggi
· Syekh Abdul Wahid Tabek Gadang
· Syekh Abdurrasyid Parambahan Payakumbuh
· Syekh Abdul Majid Koto Nan Gadang Payakumbuh
· Syekh Ahmad Baruah Gunung Suliki
· Syekh Arifin Batu Hampar Payakumbuh
· Syekh Yahya al-Khalidi Magek Bukittinggi

Berdasarkan keterangan dari KH. Sirajuddin Abbas karya beliau adalah:
· Irghaamu Unuufil Muta’annitiina fii Inkarihim Rabhithatil Washiliin, yang merupakan sanggahan dari kitab karangan Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi yang berjudul Iz-haaru Zaghlil Kaazibiina fii Tasyabbuhihim Bish Shadiqiin.
·  Tanbihuul ’Awaami ’ala Taqrirrati Ba’dhil Anaami, yang merupakan sanggahan dari kitab karangan Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi yang berjudul Al-Aayatul Baiyinati lil Munsyifiina fii Izaalati Khaurafati Ba’dhil Muta’ash-shibiina, yang dibuat sebagai tanggapan Syekh Ahmad Khatib atas kitab pertama Syekh Mungka di atas.

Sebahagian besar catatan mengenai  Syekh Muhammad Sa’ad al-Khalidi Mungka ini didapat dari arsip-arsip catatan harian beliau. Dikutip dari Al-Faqir ila Rahmatillah Apria Putra (2014) di blognya “Surau Tuo” http://surautuo.blogspot.com yang berjudul “Catatan Harian Ulama Minangkabau (Bagian 1): Catatan Harian Syekh Muhammad Sa’ad al-Khalidi Mungka (w. 1922) yang dimasyhurkan dengan “Baliau Surau Baru” atau “Baliau Mungka” menuliskan bahwa “Beliau meninggalkan satu cacatan yang ditulis ketika lembaga pendidikan tradisional yang beliau dirikan mencapai titik kejayaan pada awal abad 20. Catatan harian beliau terdiri dari beberapa halaman folio. Kertas yang digunakan ialah lokal bergaris. Catatan ini ditulis beberapa tahun sebelum beliau wafat pada 1922. Catatan ini berisi hal-hal menarik seputar pribadi ulama ini, antara lain:

 1.  Tanggal wafat urangsiak yang belajar di Surau Baru Mungka.
 2.  Tanggal penting seputar aktivitas beliau ke Makkah, kehidupan
    keluarga, dan catatan ladang dan sawah.
 3.  Tanggal didirikan surau Mungka, mencakup kapan mulai menebang kayu,
    kapan mulai dibangun, dan kapan selesainya.
 4.  Tanggal penyimpanan uang, beserta nama dan jumlahnya dalam rupiah
    (zaman Belanda).
 5.  Dan lain-lain.

KH. Siradjuddin Abbas (yang juga seorang ulama) mengatakan:
”Sewaktu penulis buku ini (maksudnya Haji Siradjuddin Abbas: penulis) remaja, pernah mengikuti pelajaran tareqat dengan beliau ini di Munka Payakumbuh setiap hari Arba’a (Rabu). Dalam mengiringkan ulama-ulama besar Minangkabau yang belajar kepada beliau tiap-tiap Arba’a tersebut terlihat oleh mata kepala kami sendiri yang belajar ke sana adalah Syekh Sulaiman Ar-Rasuli, Syekh Abbas Ladang Lawas Bukittinggi, Syekh Abdul Wahid Tabek Gadang, Syekh Abdurrasyid Parambahan Payakumbuh, Syekh Abdul Madjid Koto Nan Gadang Payakumbuh, Syekh Ahmad Baruah Gunung Suliki, Syekh Arifin Batu Hampar Payakumbuh, Syekh Yahya el-Khalidi Magek Bukittinggi dan banyak lagi yang lainnya. Kabarnya Syeikh Abdullah Halaban, seorang Ulama tua yang sebaya dengan beliau juga mengakui kealiman Syeikh Muhammad Sa’ad Mungka ini. Salah seorang anak beliau, Syeikh Muhammad Jamil Sa’adi Mungka adalah pengganti beliau sesudah beliau berpulang kerahmatullah. Syeikh Muhammad Sa’ad merupakan tiang tengah Madzhab Syafi’i pada zamannya. Beliau ini adalah seorang ulama besar yang juga merupakan guru dari para ulama besar pula.”

Dikutip dari Chairusdi (2006), Mulyani (1990) sebagaimana yang dipublikasikan Tobapos pada tahun 2016 menyebutkan bahwa “Syekh Muhammad Saad al-Khalidiy Mungka dikenal dalam khazanah intelektual muslim nusantara (khususnya kazanah intelektual muslim Minangkabau) sebagai mahaguru terbesar tariqat Naqsyabandiah-Khalidiyah sesudah Syekh Ismail al-Khalidi al-Minangkabawi. Syekh Sa’ad Mungka, dilahirkan di Jorong Koto Tuo Kenagarian Mungka pada tahun 1859 M/1277 H dari pesukuan Kuti Anyir Pitopang Payakumbuh Luak 50 Minangkabau. Secara genetik, Syekh Saad Mungka merupakan keturunan ulama. Beliau anak dari ulama setempat yang bernama Muhammad Tanta’ yang disegani dan dihormati karena kepribadian, kedalaman ilmu, kewibawaan dan dedikasinya terhadap kampung halamannya. Nama kecil Syekh Saad Mungka adalah Anggun. Beliau memiliki saudara sebanyak 3 orang, yaitu Husin, Sulaiman dan Simba. Salah seorang saudaranya tersebut yaitu Simba, melahirkan 4 orang putra dan putri. Kelak salah seorang putri dari Simba yang bernama Nuriyah menjadi menantu Syekh Muhammad Sa’ad yaitu istri anak beliau yang bernama Muhammad Jamil Sa’adi.”

Al-Faqir ila Rahmatillah Apria Putra (2011) di blognya “Surau Tuo” http://surautuo.blogspot.com menuliskan bahwa “Syekh Muhammad Sa’ad Mungka dilahirkan di Koto Tuo, Mungka, Payakumbuh,  pada tahun 1857 M dan wafat pada tahun 1922 M. Setiba di kampung halaman, Mungka, beliau mendirikan sebuah surau bertingkat dua yang dinamai dengan Surau Baru. Surau ini menjadi terkemuka, dan menarik banyak orang-orang siak dari berbagai penjuru Minangkabau. Banyak diantara murid-muridnya menjadi ulama besar dikemudian hari. Sebahagian besar ulama-ulama Tua yang mengikuti pergolakan awal XX tersebut merupakan hasil didikan beliau ini.”

Chairusdi (2006), Mulyani (1990) “Pada waktu muda, Syekh Saad Mungka belajar ilmu-ilmu agama kepada Syeikh Abu Bakar Tabing Pulai Payakumbuh dan juga belajar kepada Syeikh Mhd. Saleh Mungka, Tanah Datar Batusangkar. Pada tahun 1894 M. beliau naik haji ke Mekkah dan bermukim di situ menuntut ilmu sampai tahun 1900 M. Selama lebih kurang enam tahun belajar ilmu agama di Mekkah tersebut, Syekh Saad Mungka memperdalam ilmu agamanya kepada ulama-ulama besar di Jazirah Arab pada masa itu seperti Sayyid Zaini Dahlan, Sayyid Muhammad bin Sulaiman Hasbullah al-Makki, Syekh Ahmad bin Muhammad Zain bin Musthafa al-Fathani dan lain-lain. Selama beliau di Mekkah ini, Syekh Saad Mungka tidak pernah belajar pada Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi – seorang ulama Minangkabau yang dalam sejarah memiliki reputasi unggul di Mekkah pada masanya dan dijadikan ”guru favorit” para ulama-ulama nusantara yang menuntut ilmu agama di Mekkah dan murid-muridnya tersebut kemudian dikenal sebagai para ulama pembaharu di Minangkabau. Ketika Syekh Saad Mungka berada di Mekkah, beliau masih banyak menjumpai ulama-ulama nusantara yang mengajarkan tareqat. Diantara mereka tersebut adalah Syekh Abdul Karim al-Bantani (berasal dari Banten, Jawa Barat) yang merupakan murid dari Syekh Ahmad Khatib bin Abdul Ghafur as-Sambasi (asal Sambas Kalimantan Barat). Dua ulama asal Banten dan Sambas Kalimantan Barat ini mendalami tareqat Qadariyah dan Naqsyabandiah.

Disamping dua ulama nusantara yang ditemui Syekh Saad Mungka untuk mendalami tareqat di Mekkah ini, ada juga ulama nusantara lainnya yang juga pada waktu itu sedang intens mendalami ilmu tareqat yaitu Syekh Abdul ’Azhim al-Manduri (diasumsikan beliau ini berasal dari Madura Jawa Timur), dimana beliau mendalami ilmu tareqat kepada ulama besar tareqat masa itu di Mekkah yang bernama Syekh as-Sayyid asy-Syarif Muhammad Shaleh bin Sayyid Abdurrahman az-Zawawi. Tareqat yang didalaminya adalah tareqat Naqsyabandiah Muzhariyah/Al-Mujaddidiyah al-Ahmadiyah. Ulama yang cukup terkenal yang juga merupakan guru besar ilmu tasawuf di Mekkah pada masa Syekh Saad Mungka belajar di ”kota kelahiran nabi SAW.” ini adalah Syekh Abdul Qadir bin Abdurrahman al-Fathani. Beliau ini fokus pada pendalaman dan transfer ilmu tareqat Syatariyah. Dengan ditemui dan adanya interaksi antara Syekh Mungka dengan para ulama tareqat tersebut, membuat Syekh Mungka tetap istiqomah dan konsisten mempertahankan keyakinan tareqat. Apalagi, ”modal awal” pemahaman tareqat telah didapatkan oleh Syekh Mungka sejak beliau masih berada di kampung halamannya.

Mungkin ini pula yang menyebabkan Syekh Saad Mungka menjadi guru besar tareqat di Minangkabau, walaupun kawan-kawannya pada masa beliau sama-sama menuntut ilmu agama di Mekkah, banyak yang berada pada posisi berseberangan bahkan konfrontatif dengan tareqat. Hal ini tidak terlepas dari interaksi Syekh Saad Mungka dengan ulama-ulama tareqat besar di Mekkah, dan beliau tidak belajar pada Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi – sang penentang tareqat tersebut. Sementara kawan-kawannya yang lain justru berada dibawah bimbingan Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi. Jadi tidaklah megherankan apabila kemudian Syekh Saad Mungka dikenal sebagai ulama pembela tareqat (khususnya tareqat Naqsyabandiah-Khalidiyah).

Disamping ulama-ulama tersebut diatas, beberapa sumber juga mengatakan bahwa banyak juga ulama-ulama Minangkabau yang memiliki pengaruh dan nama besar di Minangkabau, pernah berguru pada Syekh Saad Mungka, diantaranya Syekh Muhammad Jamil Djaho, Syekh Makhudum dari Solok, Syekh Sulaiman Gani dari Magek, Syekh Abdul Majid dari Payakumbuh, Syekh Abdul Tamim dari Koto Baru Agam, Syekh Muhammad dari Sarilamak Payakumbuh, Syekh Daramin dari Lipat Kain Kampar Riau dan ulama-ulama lainnya dari luar Payakumbuh juga pernah belajar pada Syekh Mungka ini. Konon kabarnya Syekh Abdullah Halaban, seorang ulama tua kharismatik yang sebaya dengan beliau juga pernah mengakui kealiman Syekh Saad Mungka. Kehadiran Syekh Saad Mungka dalam khazanah sejarah pemikiran Islam Minangkabau, identik dengan tareqat.

Sudah menjadi tradisi sejak lama di Minangkabau, mayoritas para ulama tersebut mengamalkan dan memiliki konsistensi yang konsisten terhadap tareqat (baik Syatariyah maupun Naqsyabandiah). Namun banyak juga yang memposisikan diri mereka pada posisi yang ”berseberangan”. Ada dua mainstream besar yang terdapat dalam sejarah intelektual keagamaan (Islam) di Minangkabau pada masa ini. Sebagian orang tetap dengan tekun dan konsisten mengamalkan tareqat dan pada pihak lain memandangnya sebagai bid’ah. Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi gigih sekali dalam membid’ahkan tareqat. Namun pendapat Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi ini juga banyak mendapat tantangan. Tantangan tersebut bahkan juga dari para murid-muridnya.

Bentuk konsistensi Syekh Saad Mungka dalam mempertahankan amalan dan ajaran tareqat terefleksi dan terlihat dari kitab yang dikarangnya. Kitab-kitab tersebut lebih tepatnya merupakan refleksi dari keteguhan hati seorang Syekh Saad Mungka membela tareqat naqsyabandiah yang ditujukannya kepada sang penentang – Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi. Kitab-kitab tersebut juga merupakan ”dialog-intelektual” produktif antara Syekh Saad Mungka dengan Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi yang kelak memberikan pencerahan bagi orang-orang yang suka dan tidak suka terhadap tareqat pada masa mereka dan pada masa belakangan. Ada dua kitab yang dikarang oleh Syekh Saad Mungka:
1. Irghaamu Unuufil Muta’annitiina fii Inkarihim Rabhithatil Washiliin yang merupakan sanggahan dari kitab karangan Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi yang berjudul Iz-haaru Zaghlil Kaazibiina fii Tasyabbuhihim Bish Shadiqiin.

2. Setelah Syekh Saad Mungka menyanggah melalui kitab pertamanya di atas tersebut, maka Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi menyanggah pula dalam kitabnya yang berjudul Al-Aayatul Baiyinati lil Munsyifiina fii Izaalati Khaurafati Ba’dhil Muta’ash-shibiina. Selanjutnya kitab ini dibantah Syekh Saad Mungka dengan kitabnya yang kedua berjudul Tanbihuul ’Awaami ’ala Taqrirrati Ba’dhil Anaami.

Selain dua kitab monumental ini, Syekh Saad Mungka juga mengarang beberapa kitab lainnya, terutama dalam bahasa Arab. Tidaklah dapat dipungkiri bahwa Syekh Saad Mungka merupakan satu-satunya ulama Minangkabau pada masanya yang memiliki ilmu setaraf dengan Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, walaupun kedudukan Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi lebih prestisius – imam dan khatib di Masjidil Haram Mekkah. Syekh Mungka-lah satu-satunya ulama Minangkabau yang mampu berpolemik secara intens mengenai tareqat secara ”elegan-intelek” dan berani dengan ulama besar sekaliber Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi tersebut.”

Selain catatan ini, dalam kitab-kitab yang beliau muthala’ah, mencakup kitab-kitab besar seperti /Tuhfah, Nihayah, Tafsir Jamal Jalalain, Qamus Muhith, Ittihaf Saadat al-Muttaqin, Iqna’ Khatib Syarbaini, Fatawa Kubra Ibnu Hajar al-Haitami, I’anatut Thalibin, Ghayah al-Wusul, al-Maktubat Imam Rabbani/, dan lain-lain, beliau cermat menulis kapan mulai memuthala’ah (mempelajarinya) dan kapan selesainya. Selain itu, pada sampul beberapa kitab dituliskan mimpi-mimpi beliau, beserta tanggal, bulan, dan tahunnya kata Apria Putra”

Apria Putra menambahkan “Dalam bidang intelektual, beliau dituakan diantara ulama-ulama Tua. Pernah, sebelum wafatnya beliau menjadi pendiri dan penasehat Ittihad Ulama Sumatera (Persatuan Ulama Sumatera) bersama dengan ulama-ulama besar lainnya seperti Syekh Abdullah Beliau Halaban (w. 1926). Dalam tulis menulis, beliau juga dikenal mahir mengarang dalam bahasa Arab, apalagi dalam Jawi. Karangan-karangan beliau konon cukup banyak.

Syekh Saad Mungka berhasil pula mencetak kader-kader tareqat (khususnya tareqat Naqsyabandiah), diantaranya Syekh Yahya al-Khalidi – yang ”terang dan jelas” mencantumkan label Al-Khalidi dibelakang namanya. Syekh Yahya al-Khalidi lebih tua kira-kira satu tahun dari Syekh Saad Mungka.

Selain Syekh Yahya al-Khalidi, murid Syekh Saad Mungka yang namanya cukup terkenal dalam ”ranah tareqat” adalah Syekh Abdul Wahid ash-Shalihi. Beliau yang lahir di Jopang Manganti kecamatan Mungka kabupaten 50 Kota ini membuka pondok pesantren yang bernama MTI Tabek Gadang atau MTI Padang Jopang yang memiliki banyak murid.

Syekh Muhammad Arifin Arsyadi Batuhampar Payakumbuh (Wafat 1938), anak dari Syekh Arsyad, cucu dari Syekh Abdurrahman Batuhampar. Terkemuka sebagai salah seorang ulama besar PERTI. Beliau memimpin surau Batu Hampar dari tahun 1924 hingga 1938. Selain itu beliau juga mendirikan MTI Batu Hampar dengan sistem modern ketika itu yaitu berupa klasikal. Madrasah ini ramai juga dikunjungi orang-orang siak ketika itu. Begitu Syekh Arsyad (ayah beliau) wafat pada tahun 1924, perannya sebagai pendidik ilmu agama sekaligus Datuak Oyah-nya warga Batuhampar digantikan oleh beliau sendiri. Syekh Muhammad Arifin  amat dihormati oleh PERTI (Persatuan Tarbiyah Islamiyah) di Ranah Minang.

Kemudian Syekh Sulaiman Arrasuli Canduang, beliau adalah salah seorang murid dari Syekh Sa’ad Mungka yang kemudian hari menjadi seorang tokoh ulama golongan Kaum Tua yang gigih mempertahankan mazhab Syafi'i. Syekh Sulaiman Arrasuli lahir di Candung Sumatera Barat pada tahun 1287 H / 1871 M dan wafat juga di Canduang pada 29 Jumadil awal 1390 H / 1 Agustus 1970 M. Sepulang belajar dari Mekkah pada tahun 1908 beliau mengajarkan ilmunya di Surau Baru Pakan Kamis Canduang yang kemudian berubah berbentuk klasikal yang bernama Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) Canduang pada tanggal 5 Mei 1928. Kemudian bersama ulama lainnya mendirikan Persatuan Tabriyah Islamiyah yang disingkat dengan PTI dan kemudian berubah lagi menjadi ORMAS Persatuan Tarbiyah Islamiyah yang disingkat dengan PERTI.

Kemudian Syekh Abbas Qadhi Bukittinggi. Nama kecilnya adalah Muhammad Abbas bin Wahab bin Abdul Hakim bin Abdul Gaffar. Ia lahir di Ladang sekitar 4 km dari Bukit Tinggi pada tahun 1285 H./ 1867 M., ada juga yang menyebutkan ia lahir kira-kira 1860-an. Syaikh Abbas memiliki dua orang saudara, yaitu H. Muhammad Datuk Bagindo Panghulu dan Syaikh Abdul Hamid, seorang ahli Tarekat Syattariyah. Ia belajar agama kepada seorang ulama di Biaro Bukittinggi yang dikenal dengan sebutan Tuanku Mudo. Bersama gurunya ini ia mengaji bermacam-macam kitab dengan sistim halaqah (duduk mengelilingi guru). Kemudian, pada tahun 1305 H./ 1887 M. ia naik haji dan belajar di Makkah selama beberapa tahun.


Kemudian K.H. Sirajuddin Abbas anak dari Syaik Abbas Qadhi Bukittinggi (kelahiran di Bengkawas, kabupaten Agam, kota Bukittinggi, Sumatera Barat, 20 Mei 1905 – meninggal 5 Agustus 1980 pada umur 75 tahun) merupakan seorang ulama, politisi dan menteri Indonesia. Sirajuddin Abbas dikenal sebagai seorang ulama Syafi'iyah dan tokoh utama Perti. Beliau juga pernah diserahi amanah sebagai Menteri Kesejahteraan Umum dalam Kabinet Ali Sastroamidjojo I dengan masa bakti dari tanggal 30 Juli 1953 sampai 12 Agustus 1955. Beliau menggantikan Sudibjo yang mengundurkan diri. *Fitra Yadi - HN
Lebih baru Lebih lama