Artikel
Selasa, 30 Juli 2019 H - 27 Dzulkaidah 1440 H
Oleh: ANDA ALIFF
Berapa banyak individu yang gagal dalam mengarungi kerasnya kehidupan ini, ketidakmampuan dalam menyelesaikan atau memanage berbagai persoalan rumah tangga, kerja, bahkan dalam kehidupan sosial bermasyarakat sekalipun. Hal ini tentunya memicu berbagai konflik diri menimbulkan rasa ketidak puas, gejolak dan pertentangan batin yang bisa saja berakhir kepada kasus bunuh diri, atau setidaknya memiliki tempat kurang bagus didalam strata sosial masyarakat.
Apakah yang melatar belakangi keadaan seperti ini ?, berbagai permasalahan yang terjadi pada hakikatnya bukanlah soal materi akan tetapi justru berujung kepada kemampuan memimpin diri sendiri, ketidak mampuan individu dalam mengembangkan jiwa kepemimpinan adalah permasalahan krusial sesungguhnya dalam diri.
Kepemimpinan adalah hal mendasar yang dimiliki oleh setiap individu karena merupakan esensi dari diciptakannya manusia oleh Allah SWT sebagai khalifah dimuka bumi, jiwa kepemimpinan merupakan anugerah dari Allah SWT kepada manusia yang dibawa sejak lahir.
Kepemimpinan manusia merupakan inti dari berjalannya kehendak Allah SWT diatas muka bumi dan manusia sebagai perpanjangan tangan dari tegaknya aturan – aturan Allah di atas dunia, sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al – Baqarah 32 - 33:
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan khalifah di muka bumi.” Mereka berkata: “Apakah Engkau hendak menjadikan di bumi itu siapa yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku me-ngetahui apa yang tidak Engkau ketahui.” Dia mengajar kepada Adam nama-nama seluruhnya, kemudian memaparkannya kepada para malaikat, lalu berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku nama-nama benda itu, jika kamu ‘orang-orang’ yang benar.” Mereka berkata: “Maha suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang Engkau ajarkan kepada kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” Allah berfirman : “Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini !” Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman : “Bukankah sudah Aku katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan kamu sembunyikan?”
Ayat tersebut di atas menjelaskan ketetapan Allah menjadikan manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi. Yang dimaksud dengan khalifah ialah makhluk Allah yang mendapat kepercayaan untuk menjalankan kehendak Allah dan menerapkan ketetapan-ketetapan-Nya di muka bumi. Untuk menjalankan fungsi kekhalifahan itu Allah mengajarkan kepada manusia ilmu pengetahuan. Dengan ilmu pengetahuan manusia mempunyai kemampuan mengatur, menundukkan, dan memanfaatkan benda-benda ciptaan Allah di muka bumi sesuai dengan maksud diciptakannya.
Akan tetapi kenyataannya banyak dari manusia tidak mampu mengembangkan jiwa kepemimpinan yang di anugrahkan oleh Allah tersebut hingga ada yang merusak jiwa kepemimpinan tersebut dengan pemikiran – pemikiran liar dan tidak berdasar kepada Al – Qur’an dan sunnah. Tidak mampunya individu dalam mengembangkan jiwa kepemimpinan tentulah memberikan efek negatif terhadap lingkungannya, dan merupakan awal kehancuran dari lingkungannya tersebut dalam sebuah hadist Rasulullah SAW mengatakan:
“Akan tiba pada manusia tahun-tahun penuh kebohongan. Saat itu, orang bohong dianggap jujur. Orang jujur dianggap bohong. Pengkhianat dianggap amanah. Orang amanah dianggap pengkhianat. Ketika itu, orang “Ruwaibidhah” berbicara. Ada yang bertanya, “Siapa Ruwaibidhah itu?” Nabi menjawab, “Orang bodoh yang mengurusi urusan orang umum.” (HR. Hakim).
Jiwa kepemimpinan dibawa sejak lahir oleh setiap individu namun lingkungan dan pendidikanlah yang membentuk jiwa kepemimpinan tersebut, di bawah akan dijelaskan tentang bagaimana membangun jiwa kepemimpinan secara Islami.
1. KARAKTER ATAU AKHLAK
Karakter adalah watak, sifat, akhlak ataupun kepribadian yang membedakan seorang individu dengan individu lainnya. Atau karakter dapat di katakan juga sebagai keadaan yang sebenarnya dari dalam diri seorang individu, yang membedakan antara dirinya dengan individu lain.
Didalam Islam karakter sangat identik dengan akhlaq sehingga mencakup seluruh kegiatan manusia secara individual, intelektual, intelektual, sosial, serta emosional. Menurut Al – Ghazali RA akhlak adalah keadaan sifat yang tertanam dalam jiwa yang darinya muncul perbuatan-perbuatan dengan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
Maka dapat disimpulkan bahwa karakter adalah sifat asli dari individu dalam kehidupan nya secara alami tanpa dibuat atau pun di kondisikan / skenariokan (pencitraan), pembentukan karakter yang baik merupakan alasan utama diutusnya Rasulullah SAW keatas muka bumi ini, dalam sebuah hadist Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya aku (Rasulullah ﷺ) diutus untuk menyempurnakan akhlaq yang baik.” (HR. Ahmad 2/381)
Karakter / akhlaq merupakan element penting dari lahirnya sebuah jiwa kepemimpinan yang baik, boleh – boleh saja setiap orang mengatakan bahwa dia memiliki integritas serta karakter yang baik akan tetapi esensinya dalam menjalani kesehariannyalah yang menjadi tolak ukur dari baik atau buruknya karakter seseorang. Karakter / akhlaq seseorang menentukan apa yang dia lihat, apa yang dia lihat menentukan apa yang akan ia perbuat, apa yang ia perbuat menunjukkan nilai dirinya. Saidina Ali bin Abu Thalib mengatakan:
“Barang siapa yang hanya memikirkan isi perutnya, maka nilainya tak lebih dari apa yang keluar dari dalam perutnya”.
Hal yang dapat merusak karakter atau akhlaq seseorang secara umum ialah munculnya percikan – percikan kesombongan serta kecongkakan dalam hati nya yang dapat menghancurkan karakter dirinya tanpa ia sadari.
MENERAPKANNYA
Manusia adalah mahluk lemah yang seringkali lupa akan dirinya, manusia secara individu perlu mengoreksi dirinya, membuat catatan – catatan tentang kelemahan dirinya dan membuat perencanaan untuk perbaikan diri, melakukan pendekatan diri kepada Allah dengan ibadah wajib maupun sunnat, i’tikaf serta melakukan tafakur dan memperbanyak amal sholeh untuk lingkungan dalam kehidupan sehari – hari. Berdamai dengan diri sendiri atau lebih konkritnya kita menerima takdir yang telah digariskan oleh Allah, jangan pernah memprotes Allah dengan mempertanyakan takdir yang telah Allah berikan merupakan latihan yang paling utama dalam membentuk karakter diri.
2. KHARISMA.
Kebanyakan orang berpendapat bahwa kharisma adalah sesuatu yang menyangkut hal mistik, atau bawaan sejak lahir dan tidak dapat dijelaskan secara ilmiah atau definisi, namun bila dikaitkan dengan pengembangan potensi diri dalam kepemimpinan bahwa jiwa kepemimpinan adalah anugrah dari Allah SWT dalam setiap diri manusia, maka kharisma pun adalah anugrah yang diberikan Allah SWT dalam setiap diri manusia sejak lahir.
Kharisma adalah sesuatu yang dapat dikembangkan dalam diri manusia karena setiap diri individu memiliki benih kharisma, kharisma secara ilmu pengetahuan dapat didefinisikan sebagai kemampuan menarik orang lain terhadap diri seseorang. Kharisma dapat dikembangkan melalui beberapa hal berikut ini:
a. Prasangka baik terhadap Allah, dalam hadist qudsi Allah SWT berfirman “ aku sesuai prasangka hambaku “. prasangka baik ( husnul dzon ) seseorang terhadap Allah SWT melahirkan rasa syukur, kesabaran dan optimisme dalam diri seseorang dalam menghadapi berbagai rintangan hidup, orang yang memiliki rasa syukur, kesabaran dan optimisme cenderung lebih banyak didengar dan diikuti oleh orang lain.
b. Prasangka baik terhadap orang, berbaik sangka tidak hanya kepada Allah SWT akan tetapi kepada sesama manusia juga wajib untuk ber – husnuzhon, tidak mudah untuk mencurigai atau langsung menghakimi seseorang, berprasangka baik terhadap sesama manusia adalah akar untuk menjalin sebuah hubungan yang berdasarkan kepada tali iman. Rasulullah SAW bersabda “ Jauhilah prasangka itu, sebab prasangka itu pembicaraan yang paling dusta. (HR. Muttafaqun alaihi). Seseorang yang mampu berprasangka baik terhadap orang lai.
c. Semangat juang tinggi, mengembangkan sikap pantang menyerah adalah point penting dalam mengembangkan kharisma dalam diri, ciri utama dari sikap ini adalah memiliki semangat juang yang tinggi, semangat juang yang tinggi bukan dengan maksud bahwa setiap tujuan seseorang harus tercapai akan tetapi semangat juang adalah pantang menyerah dalam proses mencapai tujuan dengan tetap menyerahkan segala hasil kapada Allah SWT dan menerima segala ketentuannya.
Sebagaima firman Allah SWT dalam surat Al Hijr ayat 56 dan Az Zumar ayat 53, yang artinya:
“Ibrahim berkata, “Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Tuhannya, kecuali orang-orang yang sesat”.” (Q.S. Al Hijr: 56).
Bukan hasil akan tetapi proses adalah yang terpenting, proses untuk mencapai hasil adalah inti dari perkembangan kharisma, sementara hasil adalah wewenang dari Allah SWT semata. Orang yang mudah menyerah tentu akan sangat tidak mungkin disenangi oleh orang lain dan mustahil untuk didengar dan diikuti oleh orang lain.
MENERAPKANNYA
Seorang individu yang berkharisma cenderung lebih mendahulukan kepentingan bersama dari pada kepentingan pribadinya, berbuat untuk kepentingan bersama daripada kepentingan pribadinya, menjangkau lebih banyak orang dalam membantu, hal ini dapat kita latih dengan cara sebagai berikut:
1. Ubah lah fokus, seseorang yang cenderung hanya melihat kedalam dirinya dan berpuas dengan apa yang telah ia perbuat untuk diri dan kepuasannya akan sangat sulit untuk mengembangkan kharisamanya dan hanya akan menghasilkan sikap indvidualis, buatlah beberapa catatan kemana arah fokus anda selama ini, lalu koreksi sudah sejauh mana fokus anda menyentuh orang banyak khususnya lingkungan anda.
2. Pentingkan kesan pertama, nilai diri seseorang sering kali dapat terlihat dari kesan pertamanya baik dalam berpakaian, berbicara, maupun tindakan pertama, ketika individu melihat seseorang dengan tubuh penuh tato tentu sudah ada penilaian bagi seseorang yang tubuh bertato tersebut. Seorang yang ingin mengembangkan kharisma dalam dirinya harus mampu menjual image dirinya terhadap orang banyak.
Selasa, 30 Juli 2019 H - 27 Dzulkaidah 1440 H
Oleh: ANDA ALIFF
Anda Aliff |
Apakah yang melatar belakangi keadaan seperti ini ?, berbagai permasalahan yang terjadi pada hakikatnya bukanlah soal materi akan tetapi justru berujung kepada kemampuan memimpin diri sendiri, ketidak mampuan individu dalam mengembangkan jiwa kepemimpinan adalah permasalahan krusial sesungguhnya dalam diri.
Kepemimpinan adalah hal mendasar yang dimiliki oleh setiap individu karena merupakan esensi dari diciptakannya manusia oleh Allah SWT sebagai khalifah dimuka bumi, jiwa kepemimpinan merupakan anugerah dari Allah SWT kepada manusia yang dibawa sejak lahir.
Kepemimpinan manusia merupakan inti dari berjalannya kehendak Allah SWT diatas muka bumi dan manusia sebagai perpanjangan tangan dari tegaknya aturan – aturan Allah di atas dunia, sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al – Baqarah 32 - 33:
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلاَئِكَةِ إِنِّي جَاعِلُُ فِي الأَرْضِ خَلِيفَةً قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَن يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَآءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لاَ تَعْلَمُونَ {30} وَعَلَّمَ ءَادَمَ الأَسْمَآءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلاَئِكَةِ فَقَالَ أَنبِئُونِي بِأَسْمَآءِ هَؤُلآءِ إِن كُنتُم صَادِقِينَ {31} قَالُوا سُبْحَانَكَ لاَ عِلْمَ لَنَآ إِلاَّ مَا عَلَّمْتَنَا إِنَّكَ أَنتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ {32} قَالَ يَآءَادَمُ أَنبِئْهُم بِأَسْمَآئِهِمْ فَلَمَّآ أَنبَأَهُمْ بِأَسْمَآئِهِمْ قَالَ أَلَمْ أَقُل لَّكُمْ إِنِّي أَعْلَمُ غَيْبَ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَأَعْلَمُ مَا تُبْدُونَ وَمَا كُنتُمْ تَكْتُمُونَ {33}
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan khalifah di muka bumi.” Mereka berkata: “Apakah Engkau hendak menjadikan di bumi itu siapa yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku me-ngetahui apa yang tidak Engkau ketahui.” Dia mengajar kepada Adam nama-nama seluruhnya, kemudian memaparkannya kepada para malaikat, lalu berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku nama-nama benda itu, jika kamu ‘orang-orang’ yang benar.” Mereka berkata: “Maha suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang Engkau ajarkan kepada kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” Allah berfirman : “Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini !” Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman : “Bukankah sudah Aku katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan kamu sembunyikan?”
Ayat tersebut di atas menjelaskan ketetapan Allah menjadikan manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi. Yang dimaksud dengan khalifah ialah makhluk Allah yang mendapat kepercayaan untuk menjalankan kehendak Allah dan menerapkan ketetapan-ketetapan-Nya di muka bumi. Untuk menjalankan fungsi kekhalifahan itu Allah mengajarkan kepada manusia ilmu pengetahuan. Dengan ilmu pengetahuan manusia mempunyai kemampuan mengatur, menundukkan, dan memanfaatkan benda-benda ciptaan Allah di muka bumi sesuai dengan maksud diciptakannya.
Akan tetapi kenyataannya banyak dari manusia tidak mampu mengembangkan jiwa kepemimpinan yang di anugrahkan oleh Allah tersebut hingga ada yang merusak jiwa kepemimpinan tersebut dengan pemikiran – pemikiran liar dan tidak berdasar kepada Al – Qur’an dan sunnah. Tidak mampunya individu dalam mengembangkan jiwa kepemimpinan tentulah memberikan efek negatif terhadap lingkungannya, dan merupakan awal kehancuran dari lingkungannya tersebut dalam sebuah hadist Rasulullah SAW mengatakan:
“Akan tiba pada manusia tahun-tahun penuh kebohongan. Saat itu, orang bohong dianggap jujur. Orang jujur dianggap bohong. Pengkhianat dianggap amanah. Orang amanah dianggap pengkhianat. Ketika itu, orang “Ruwaibidhah” berbicara. Ada yang bertanya, “Siapa Ruwaibidhah itu?” Nabi menjawab, “Orang bodoh yang mengurusi urusan orang umum.” (HR. Hakim).
Jiwa kepemimpinan dibawa sejak lahir oleh setiap individu namun lingkungan dan pendidikanlah yang membentuk jiwa kepemimpinan tersebut, di bawah akan dijelaskan tentang bagaimana membangun jiwa kepemimpinan secara Islami.
1. KARAKTER ATAU AKHLAK
Karakter adalah watak, sifat, akhlak ataupun kepribadian yang membedakan seorang individu dengan individu lainnya. Atau karakter dapat di katakan juga sebagai keadaan yang sebenarnya dari dalam diri seorang individu, yang membedakan antara dirinya dengan individu lain.
Didalam Islam karakter sangat identik dengan akhlaq sehingga mencakup seluruh kegiatan manusia secara individual, intelektual, intelektual, sosial, serta emosional. Menurut Al – Ghazali RA akhlak adalah keadaan sifat yang tertanam dalam jiwa yang darinya muncul perbuatan-perbuatan dengan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
Maka dapat disimpulkan bahwa karakter adalah sifat asli dari individu dalam kehidupan nya secara alami tanpa dibuat atau pun di kondisikan / skenariokan (pencitraan), pembentukan karakter yang baik merupakan alasan utama diutusnya Rasulullah SAW keatas muka bumi ini, dalam sebuah hadist Rasulullah SAW bersabda:
إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ صَالِحَ الْأَخْلَاقِ
“Sesungguhnya aku (Rasulullah ﷺ) diutus untuk menyempurnakan akhlaq yang baik.” (HR. Ahmad 2/381)
Karakter / akhlaq merupakan element penting dari lahirnya sebuah jiwa kepemimpinan yang baik, boleh – boleh saja setiap orang mengatakan bahwa dia memiliki integritas serta karakter yang baik akan tetapi esensinya dalam menjalani kesehariannyalah yang menjadi tolak ukur dari baik atau buruknya karakter seseorang. Karakter / akhlaq seseorang menentukan apa yang dia lihat, apa yang dia lihat menentukan apa yang akan ia perbuat, apa yang ia perbuat menunjukkan nilai dirinya. Saidina Ali bin Abu Thalib mengatakan:
“Barang siapa yang hanya memikirkan isi perutnya, maka nilainya tak lebih dari apa yang keluar dari dalam perutnya”.
Hal yang dapat merusak karakter atau akhlaq seseorang secara umum ialah munculnya percikan – percikan kesombongan serta kecongkakan dalam hati nya yang dapat menghancurkan karakter dirinya tanpa ia sadari.
MENERAPKANNYA
Manusia adalah mahluk lemah yang seringkali lupa akan dirinya, manusia secara individu perlu mengoreksi dirinya, membuat catatan – catatan tentang kelemahan dirinya dan membuat perencanaan untuk perbaikan diri, melakukan pendekatan diri kepada Allah dengan ibadah wajib maupun sunnat, i’tikaf serta melakukan tafakur dan memperbanyak amal sholeh untuk lingkungan dalam kehidupan sehari – hari. Berdamai dengan diri sendiri atau lebih konkritnya kita menerima takdir yang telah digariskan oleh Allah, jangan pernah memprotes Allah dengan mempertanyakan takdir yang telah Allah berikan merupakan latihan yang paling utama dalam membentuk karakter diri.
2. KHARISMA.
Kebanyakan orang berpendapat bahwa kharisma adalah sesuatu yang menyangkut hal mistik, atau bawaan sejak lahir dan tidak dapat dijelaskan secara ilmiah atau definisi, namun bila dikaitkan dengan pengembangan potensi diri dalam kepemimpinan bahwa jiwa kepemimpinan adalah anugrah dari Allah SWT dalam setiap diri manusia, maka kharisma pun adalah anugrah yang diberikan Allah SWT dalam setiap diri manusia sejak lahir.
Kharisma adalah sesuatu yang dapat dikembangkan dalam diri manusia karena setiap diri individu memiliki benih kharisma, kharisma secara ilmu pengetahuan dapat didefinisikan sebagai kemampuan menarik orang lain terhadap diri seseorang. Kharisma dapat dikembangkan melalui beberapa hal berikut ini:
a. Prasangka baik terhadap Allah, dalam hadist qudsi Allah SWT berfirman “ aku sesuai prasangka hambaku “. prasangka baik ( husnul dzon ) seseorang terhadap Allah SWT melahirkan rasa syukur, kesabaran dan optimisme dalam diri seseorang dalam menghadapi berbagai rintangan hidup, orang yang memiliki rasa syukur, kesabaran dan optimisme cenderung lebih banyak didengar dan diikuti oleh orang lain.
b. Prasangka baik terhadap orang, berbaik sangka tidak hanya kepada Allah SWT akan tetapi kepada sesama manusia juga wajib untuk ber – husnuzhon, tidak mudah untuk mencurigai atau langsung menghakimi seseorang, berprasangka baik terhadap sesama manusia adalah akar untuk menjalin sebuah hubungan yang berdasarkan kepada tali iman. Rasulullah SAW bersabda “ Jauhilah prasangka itu, sebab prasangka itu pembicaraan yang paling dusta. (HR. Muttafaqun alaihi). Seseorang yang mampu berprasangka baik terhadap orang lai.
c. Semangat juang tinggi, mengembangkan sikap pantang menyerah adalah point penting dalam mengembangkan kharisma dalam diri, ciri utama dari sikap ini adalah memiliki semangat juang yang tinggi, semangat juang yang tinggi bukan dengan maksud bahwa setiap tujuan seseorang harus tercapai akan tetapi semangat juang adalah pantang menyerah dalam proses mencapai tujuan dengan tetap menyerahkan segala hasil kapada Allah SWT dan menerima segala ketentuannya.
Sebagaima firman Allah SWT dalam surat Al Hijr ayat 56 dan Az Zumar ayat 53, yang artinya:
“Ibrahim berkata, “Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Tuhannya, kecuali orang-orang yang sesat”.” (Q.S. Al Hijr: 56).
Bukan hasil akan tetapi proses adalah yang terpenting, proses untuk mencapai hasil adalah inti dari perkembangan kharisma, sementara hasil adalah wewenang dari Allah SWT semata. Orang yang mudah menyerah tentu akan sangat tidak mungkin disenangi oleh orang lain dan mustahil untuk didengar dan diikuti oleh orang lain.
MENERAPKANNYA
Seorang individu yang berkharisma cenderung lebih mendahulukan kepentingan bersama dari pada kepentingan pribadinya, berbuat untuk kepentingan bersama daripada kepentingan pribadinya, menjangkau lebih banyak orang dalam membantu, hal ini dapat kita latih dengan cara sebagai berikut:
1. Ubah lah fokus, seseorang yang cenderung hanya melihat kedalam dirinya dan berpuas dengan apa yang telah ia perbuat untuk diri dan kepuasannya akan sangat sulit untuk mengembangkan kharisamanya dan hanya akan menghasilkan sikap indvidualis, buatlah beberapa catatan kemana arah fokus anda selama ini, lalu koreksi sudah sejauh mana fokus anda menyentuh orang banyak khususnya lingkungan anda.
2. Pentingkan kesan pertama, nilai diri seseorang sering kali dapat terlihat dari kesan pertamanya baik dalam berpakaian, berbicara, maupun tindakan pertama, ketika individu melihat seseorang dengan tubuh penuh tato tentu sudah ada penilaian bagi seseorang yang tubuh bertato tersebut. Seorang yang ingin mengembangkan kharisma dalam dirinya harus mampu menjual image dirinya terhadap orang banyak.