PENCABUTAN SUBSIDI BBM JANGAN SAMPAI MENYENGSARAKAN RAKYAT

Fitra Yadi
Setiap bangsa tentu menginginkan kesejahteraan, “Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun Ghafuur’ sebagaimana yang digambarkan Allah di dalam al-Qur’an: “Sesungguhnya bagi kaum Saba´ ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan): "Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun". (QS: Saba' Ayat: 15)

Namun sekarang naiknya harga bahan bakar minyak pada Selasa (18/11) lalu begitu terasa dampaknya bagi masyarakat. Tentunya sewa transportasi juga naik sehingga harga jual kebutuhan pokok juga naik, biaya produksi juga naik, ongkos kirim juga naik, dan upah pekerja juga mesti naik.

Nampaknya kenaikan harga BBM ini akan menyengsarakan rakyat. Tidak, pernyataan itu tidak sempurna betul, itu hanya stereotype saja. Bila dilaksanakan secara sistemik dan benar hal itu tidak akan terjadi. Jika diberi pilihan antara subsidi BBM atau fasilitas pendidikan dan kesehatan gratis, tentu cuma masyarakat yang punya mobil dan motor saja yang memilih subsidi BBM, dan mereka itu tidak bisa disebut masyarakat miskin bukan?

Kenaikan harga BBM adalah upaya penyesuaian dengan naiknya harga minyak dunia. Hal itu harus dilakukan karena sampai sekarang kita masih mengimpor BBM dari luar dan belum mampu memenuhi kebutuhan minyak minyak sendiri.

Kenaikan harga BBM ini adalah untuk meringankan beban anggaran negara. Sebenarnya walaupun harganya tidak dinaikkan Pertamina masih memberi keuntungan kepada nagara, namun ini tujuannya adalah untuk meningkatkan efisiensi anggaran negara.

Subsidi memang merupakan hak jutaan rakyat Indonesia yang mesti dianggarkan secara tepat oleh pemerintah. Subsidi BBM selama ini banyak salah sasaran. Entah sudah berapa banyak BBM bersubsidi yang habis terbakar mobil macet di ibu kota. Habis dibakar untuk balap-balapan liar. Habis dibakar hanya karena gengsi mau ke kampus pakai mobil, tidak tepat sasaran bukan?

Bayangkan, Subsidi BBM yang seharusnya untuk orang miskin juga dinikmati oleh orang kaya di negeri ini. Hasil Susenas 2010 menyatakan bahwa 65 % penduduk Indonesia adalah rakyat kelas bawah, 27  % golongan menengah, 6 % kelompok menengah ke atas, dan 2 % adalah orang kaya. Jadi yang berhak mendapat subsidi itu hanyalah 65 % saja, sedangkan yang 35 % tidak tepat sasaran.

Tentunya pemerintah kita lebih mementingkan rakyat dan bercita-cinta untuk mensejahterakannya. Mungkin saja cara pengambilan keputusannya belum dipahami oleh kebanyakan orang. Biarkanlah dulu pemerintah bekerja sistemik sesuai dengan rancangan. Setelah semuanya selesai baru dievaluasi oleh wakil rakyat di gedung DPR sana. Sama seperti orang bicara, biarkan dulu ia memberi penjelasan sampai selesai, setelah itu baru ditanggapi, jangan potong pembicaraannya.

Selain penghapusan subsidi BBM peningkatan efisiensi juga harus dilakukan pemerintah pada bidang lainnya, jangan sampai APBN membengkak. Banggar DPR yang boros menganggarkan renovasi ruang rapat dan toilet yang menghabiskan milyaran rupiah. Jangan sampai ada korupsi lagi. Menghilangkan korupsi bisa jadi efisiensinya lebih tinggi daripada menghilangkan subsidi BBM ini.

Sebenarnya masalah yang paling berat bagi bangsa kita bukanlah kenaikan harga BBM, tetapi kebiasaan korupsi dan sifat boros. Kita sama-sama menyadari bahwa korupsi sudah mendarah-daging pada kebanyakan masyarakat kita terutama birokrat. Dan kita juga harus mengakui kalau kebanyakan kita suka boros. Klop jadinya ya, birokrasi korup dan rakyatnya boros, sepadan bukan? Inilah yang menjadi biang kesengsaraan masyarakat miskin.

Bila korupsi hilang maka anggaran akan hemat dalam jumlah banyak yang bisa digunakan untuk pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan buat masyarakat miskin yang jelas lebih tepat sasaran.
Allah melarang kita untuk bersikap boros, sebagaimana firman-Nya dalam al-Qur’an yang berbunyi “ Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.” (QS: Al-Furqaan Ayat: 67)

Menurut Ibnu Katsir dalam tafsirnya: “orang yang bersikap demikian adalah orang yang tidak boros dalam memanfaatkan harta sampai berbelanja melebihi kebutuhan dan tidak pula kikir terhadap keluarganya sampai mengurangi hak-hak mereka dan tidak memberikan kecukupan bagi mereka. Dia berlaku adil, sederhana dan bertindak yang terbaik. Sebaik-baik perkara adalah yang pertengahan dan tidak berlebih-lebihan” (Tafsir Ibnu Katsir: 3/325).

Kita berharap kebijakan mencabut subsidi ini jangan sampai menyengsarakan rakyat. Pengelolaan BBM harus berlaku professional dan efisien jangan sampai ada broker, korupsi, dan unbundling Pertamina.

Semoga saja tidak ada akal-akalan yang menguntungkan kepentingan segelintir orang dan merugikan rakyat banyak, dan semoga saja pemerintah dapat menggunakan subsidi yang berhasil dihemat ini dengan bijak. Jangan sampai ada pula korupsi. Penyaluran bantuan Program Simpanan Keluarga Sejahtera (PSKS) bagi rumah tangga sasaran (RTS) semoga saja tidak diselewengkan oleh oknum tidak bertanggung jawab.

Kita percaya, pemerintah mampu menggunakan subsidi yang dihemat dengan bijak. Memerangi korupsi yang merajalela, mengefisienkan birokrasi, meningkatkan kinerja eksekutif dan legislatif.

Sekarang mulailah kita hidup hemat dan lebih produktif, kerja lebih keras. Insya Allah dengan pemerintahan bersih dan efisien dan rakyat hemat dan produktif akan tercapai “Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun Ghafuur’, gemah ripah loh jinawi toto tentrem kerto raharjo. | HN
Lebih baru Lebih lama