TIGA TAHUN MATI SEPAROH BADAN DEDEN MASIH TETAP OPTIMIS


Senin, 13 Agustus 2012 M / 25 Ramadhan 1433 H

Nofrika Putra (Deden) 32 th
Baso - HN. Sakit lumpuh menahun dengan kondisi badan mati separoh, bukanlah sesuatu hal yang mudah bagi kebanyakan orang, apalagi orang bujang. Banyak yang patah semangat, putus harapan hidup, dan tidak sedikit yang mencoba jalan pintas bunuh diri. Tapi tidak demikian bagi Nofrika Putra (Deden) 32 th. alumni MTI Canduang angkatan 2001 yang menamatkan Pendidikan Tinggi di IAIN IB Padang tahun 2006 ini. Sudah 3 tahun ia terbaring lumpuh berteman kasur di rumah orang tuanya simpang Tabik, Jl. Baso - Batusangkar, Pasar Baso, kab. Agam.

Wajahnya nampak berseri, canda-tawanya masih seperti dulu juga kala ia kuliah di Padang. Demikian ditemukan HN saat berkunjung bersama Pemuda Tarbiyah Ahad (12/08) lalu.

Andri Chaniago (ketua Pemuda Tarbiyah DPD Sumbar) bersama beberapa orang anggota yang lain pada hari Ahad itu datang membesuk Deden setelah mendapat berita tentang keadaannya dari media jejaring sosial facebook.

Deden menceritakan bahwa kelumpuhannya itu bermula sejak Sore Jum'at 18 September 2009 lalu. Ketika itu ia jatuh dari sepeda motor akibat rasa ngantuk yang bersangatan di Simpang KUD Koto Hilalang, dekat SPBU Simpang Canduang. Peristiwa itu terjadi menjelang waktu berbuka puasa. Ketika itu hujan baru turun, ia tidak mau berhenti karena jarak ke rumah tinggal 1 Km lagi di pasar Baso, "tanggung" kata Deden.

Penat bersangatan karena seharian bekerja di sebuah perusaan Leasing motor di Bukittinggi mengundang rasa kantuk. Tanpa sadarkan diri ia tertidur ketika mengemudi yang mengakibatkan motornya jatuh ke tepi jalan dan ia terlempar 20 m berguling-guling ke tengah aspal yang dihentikan oleh bemper mobil angkutan pedesaan yang berhenti mendadak melihat kejadian itu.

Ruas Taraka ke-11 Rusak
Bemper depan setentang sopir Angdes PO. Pelita jurusan Padang Tarok - Bukittinggi itu penyot dihantam tulang punggungnya yang mengakibatkan ruas tulang punggung taraka ke-11 disposisi dari kedudukan asalnya. Itulah penyebab kelumpuhan Deden karena perintah dari otak ke bagian bawah tidak sampai, terhalang oleh ruas tulang yang rusak itu.

Ia telah menjalani pengobatan kemana-mana, baik secara medis maupun non medis. Seluruh pelosok Sumbar telah dijajal, bahkan sampai ke Sumatera Utara, Riau dan Kepri. Pada awal-awal dulu pernah juga berobat ke RS Pertamina Pusat dan RS Omni Internasional di Jakarta. Ratusan juta telah habis untuk biaya berobat namun kondisinya belum juga ada angsuran.

Keluarga Deden sudah pasrah, tidak tahu lagi mau bagaimana. Dulu pernah terlintas di fikiran keluarga untuk mengamputasi kakinya. " Kalau diamputasi mode apo bantuak awak lai tu da. Boleng ka mode kundua awak jadinyo lai du" kata Deden menanggapi. Namun secara alternatif sampai sekarang ia masih juga menjalani pengobatan. Ia tidak bisa bergerak banyak, tubuh bagian pusar ke bawah sudah mati rasa. Sehingga pipis dan berak harus ditampung.

"Semuanya sudah ada taqdir dari Allah tinggal kita menjalaninya saja. Kalau penyakit memang harus diobati karena itu adalah ibadah suruhan dari Allah" kata Deden ikhlas.

"Bukankah setiap penyakit itu ada obatnya, kecuali mati. Saya tidak mau pusing bagaimana cara mengobatinya, namun saya ingin terus berobat. Bukankah penyakit itu datang dari Allah. Mana tahu nanti bertemu rueh dengan buku, sembuh juga akhirnya. Ya kan... " kata Deden tegar. | Fitrayadi

Lebih baru Lebih lama